Selasa, 22 Maret 2016

Rahasia Mempelajari Bahasa Asing Saat Usia Dewasa


CEO David Bailey menggambarkan bagaimana dia mengajari
dirinya sendiri Bahasa Perancis hanya dalam 17 hari.
Dijawab oleh David Bailey, CEO Spotnight di Quora.
Saya mempelajari beberapa bahasa asing saat usia dewasa.
Saya mampu belajar Bahasa Perancis untuk percakapan dengan fasih dalam 17 hari menggunakan teknik  berikut di bawah. Sebagai catatan, sebelumnya saya belajar bahasa Spanyol sampai lancar sehingga ini bukan lagi bahasa asing pertama saya.
Di musim semi 2005, saya tinggal dengan kawan Perancis saya di desa kecil di Beaujolais bagian dari Perancis. Di sana tidak seorangpun yang berbicara menggunakan Bahasa Inggris dan karena temanku tahu saya berambisi untuk belajar, dia menolak berbicara menggunakan bahasa Inggris denganku.
Saya membuat jadwal dengan rutin dimana saya melakukan hal yang sama setiap harinya.
Di pagi hari saya bangun dan membuat tulisan tangan tentang tabel kata kerja beraturan dan tak beraturan  selama 1.5 – 2 jam. Saya berusaha menghabiskan satu blok kertas penuh dalam 2 minggu. Saya masih percaya menulis dengan tangan adalah cara terbaik untuk mengingat.
Selagi menulis, saya akan mendengarkan Michael Thomas’language learning mp3s. Di CD kamu bisa mendengarkan dia mengajarkan bahasa Perancis pada pembicara Bahasa Inggris. Hal ini benar-benar membantu mendengarkan murid lain membuat kesalahan yang bisa kamu pelajari, itu seperti suasana kelas yang biasanya. Dalam 2 minggu saya mendengarkan pemula, lanjutan dan program membangun bahasa dua kali.
Saya akan berlari selama 45-60 menit di sore hari di pinggir desa sambil mendengarkan  musik Perancis. Musik adalah cara yang hebat untuk mempelajari  intonasi bahasa dan melatih otot wajahmu  saat kamu bernyanyi.
Saya makan siang dengan temanku dan teman-teman Perancisnya. Mereka menolak memelankan cara berbicara mereka ketika berbicara denganku dalam bahasa Perancis, jadi belajar atau kelaparan!
Di sore hari, saya tidak bermain panah atau Boules dengan teman-temanku, saya membaca “Charlie and The Chocolate Factory” dalam bahasa Perancis. Membaca buku anak-anak  dan membacanya seperti anak-anak adalah cara yang hebat untuk mempelajari bahasa baru. Alasan pertama, bahasa yang digunakan sederhana dan yang kedua, mengetahui ceritanya membantumu menebak arti kata-kata baru dan menghindari menggunakan kamus.  Dan yang menyenangkan, buku anak-anak lebih menghibur dalam bahasa asing.
Saya menghabiskan setidaknya satu jam menuliskan pertanyaan dasar mengenai diriku dan meminta teman Perancisku untuk memeriksa kesalahannya. Ketika Anda bertemu orang baru  yang tidak dapat dielakkan adalah mendapat pertanyaan yang sama: “Darimana asalmu?” “Apa kabarmu?” “Apakah Anda menyukai Perancis?’ dengan belajar menjawab jawaban yang sudah disiapkan, Anda bisa mempraktekkan apa yang Anda pelajari dan membangun kepercayaan dirimu.
Tip bagus lainnya adalah mempelajari kata-kata pengisi. Yaitu kata-kata  dan frase yang diucapkan orang gunakan sepanjang waktu diantara kalimat-kalimat (alors, en fait, etc) tapi tidak mempunyai arti yang tepat; ini membuat Anda untuk belajar lebih banyak lagi dan meningkatkan kepercayaan dirimu.
Setelah 17 hari saya pergi meninggalkan kota kecil itu dan pergi ke Paris. Saya bertemu seorang gadis di kedai kopi  dan kami mulai berbicara. Setelah beberapa menit, dia bertanya berapa lama saya sudah tinggal di Perancis. Ketika saya memberitahunya saya belajar bahasa Perancis dalam 17 hari, dia bersumpah saya sudah tinggal di Perancis selama setidaknya setahun.
Saya harap tips ini bermanfaat bagi Anda yang yang sedang belajar. Beri tahu aku dan sampai jumpa.

Minggu, 03 Mei 2015

Terjemahanku di Flitto


Cambodia suffers a severe shortage of doctors. Are unlicensed physicians the only solution? https://t.co/jcQV6zdnJC https://t.co/44zoqRxgd8

Terjemahanku: Kamboja sangat kekurangan dokter. Apakah tenaga medis yang tidak berlisensi menjadi satu-satunya solusi?


Photo by @haarbergphoto (Orsolya Haarberg) "Eyecontact"
This morning I was sitting at the table in our mountain cabin in #Norway, when I saw a red #fox passing by the cabin. I suppose he has been here before, because he went straight under the kitchen window, where we placed food for pine martin—he made his visit a couple of hours earlier. I went to the window, looking at the skinny fox and thought I must give him some more delicacy. After five minutes he was hooked—he did not care about me and the opening window any more. After he was ready with his breakfast, he sit down in front of the window, staring at me in the living room... @thephotosociety


Terjemahanku:
Foto oleh @haarbergphoto (Orsolya Haarberg) "kontakmata"
Pagi ini, aku tengah duduk di meja di kabin gunung kami di #Norwegia, ketika aku melihat seekor rubah merah melintas di samping kabin. Aku menduga dia pernah ke sini sebelumnya, karena dia berjalan langsung ke bawah jendela dapur, dimana kami menempatkan makanan pine martin -- dia berkunjung beberapa jam sebelumnya. Aku berjalan ke jendela, menatap ke arah rubah kurus tersebut dan berpikir aku harus memberinya lebih banyak makanan lezat. Lima menit kemudian dia terpancing --dia tidak lagi peduli denganku dan jendela yang terbuka. Setelah dia menghabiskan sarapannya, dia duduk di depan jendela, menatapku di ruang tamu... @thephotosociety


Terjemahan dan suntingan

Bahasa sumber
Her steps were three to his one
Diterjemahkan menjadi
Langkah-langkah kakinya tiga untuk setiap langkah pria itu
Disunting menjadi
Tiap tiga langkah kakinya merupakan satu langkah bagi pria itu

Bahasa sumber
I was desperately in need of a change of clothing
Diterjemahkan menjadi
Aku putus asa membutuhkan berganti pakaian
Disunting menjadi
Aku benar-benar ingin berganti pakaian


Bahasa sumber
He was just as handsome as Meg was lovely
Diterjemahkan menjadi
Dia sama tampannya dengan Meg yang menawan
Disunting menjadi
Dia sama menawannya dengan Meg

Minggu, 26 April 2015

Nerjemah ngebut....

Ini adalah pengalamanku yang takkan pernah terlupakan. Pada sekitar tahun 2009, aku pernah mendapat order untuk menerjemahkan sebuah buku tentang leadership. Apa judulnya dan siapa pengarangnya aku lupa karena sudah lama banget. Awalnya permintaan yang datang dari salah seorang peserta pelatihan keuangan adalah menerjemahkan buku. Beliau mendesak sekali agar aku mau menerima karena akan dijadikan bahan acuan makalahnya. Dan waktu yang diberikan benar-benar sangat mepet, satu minggu! Gila! Yang bener aja. Bahkan penerjemah yang punya jam terbang tinggi juga gak akan sanggup, ngerjain 350 halaman dalam waktu sesingkat itu. Apalagi aku yang masih baru coba-coba.

Akhirnya setelah diadakan tawar menawar, juga mencari solusi yang tepat. Dari ketersediaan waktu yang dimilikinya untuk menggarap makalahnya memang benar-benar sempit. Beliau juga mengaku kalau dia tidak punya banyak waktu untuk membacanya di sela-sela jadwal diklat yang mesti dilaluinya. Sehingga diputuskan kalau aku tidak perlu menerjemahkan semuanya tapi cukup mengambil poin-poin yang dirasa penting dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Dan untuk urusan bayaran, Alhamdulillah, klien manut saja berapapun harga yang ditawarkan, hehehe... Splendid!!

Meskipun demikian, masalah tidak terus selesai, karena kembali ke masalah waktu, tidak mudah untuk membaca sebuah buku berbahasa Inggris, dengan beberapa istilah yang lumayan kurang familiar, kemudian memahami isinya, dan merangkumnya dalam bahasa Indonesia dalam waktu tiga hari! Apa akal? Lalu aku ingat dengan tetangga yang katanya dulu lulusan Fakultas Bahasa Inggris di sebuah universitas negeri di Semarang. Apalagi aku juga tahu kalau dia lumayan lancar ngomong Inggris-nya. Akhirnya aku tawarkan separuh pekerjaan itu untuknya, yang segera disanggupinya. Lalu aku fotokopi separuh buku itu dan kuberikan ke tetangga untuk segera digarap olehnya. Tak lupa aku mewanti-wanti kalau dia cukup merangkum saja, tak perlu menerjemahkan semua teks-nya.

Dua hari kemudian, si tetangga menyerahkan hasil kerjanya. Dan, Ya ampuuuun! Walaupun tulisan tangannya cukup bagus dan bisa dibaca, tapi tidak bagi isinya. Pertama, dia sama sekali tidak merangkum. Kedua, bahkan terjemahannya sulit dipahami. Dikatakan 'sulit' bukan 'tidak bisa' karena masih ada beberapa diantaranya yang masih bisa aku mengerti. Rupanya si tetangga ini menerjemahkannya kata per kata. Setelah berkutat dengan terjemahannya akhirnya aku memutuskan dengan mata pedas, masih lebih baik membaca teks aslinya daripada membaca hasil terjemahannya. Rugi banget! Kenapa rugi? Karena, pertama, waktuku terbuang sia-sia untuk membaca terjemahan yang tidak bisa kupakai; kedua, aku tetap harus memberi tetanggaku upah seperti yang dijanjikan.

Ya, memang benar pendapat yang mengatakan bahwa semua orang bisa saja berbicara bahasa asing dengan lancar, tapi tidak berarti semua orang bisa menerjemahkan, merangkai kata demi kata sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulis aslinya. Menerjemahkan adalah sebuah seni. Menerjemahkan itu perlu pemahaman dan rasa. Seorang penerjemah juga harus pandai dalam memilih kata dan merangkainya menjadi sebuah harmoni yang indah sesuai yang dimaksudkan oleh penulis bahasa sumber.

Selain masalah-masalah di atas, aku juga mempunyai masalah diluar urusan menerjemah, yaitu profesiku yang sebenarnya, menjadi seorang ibu dari balita yang masih menyusui. Dari awal aku udah komitmen, apapun yang terjadi, pantang bagiku memberi anakku susu formula selagi aku dalam kondisi sehat dengan ketersediaan ASI yang melimpah dalam 'wadahnya' hehehe. Jadi sambil mengetik dan membuka kamus atau googling. Sebelah tanganku, tetap menyangga kepala mungil anakku selagi dia asyik menyusu. Atau meninggalkan komputerku yang berharga untuk mengurus segala keperluannya seperti memandikan, menyuapi dia makan, memasak dan membersihkan ompolnya.

Alhamdulillah, setelah melewati jam-jam panjang dan melelahkan. Tiga setengah hari kemudian, pekerjaan meringkas dan menerjemahkan buku selesai. Klien mau membayar sesuai dengan yang diminta. Uangnya lalu kupakai buat biaya perbaikan rumah.

Terjemahan dan suntingan

Bahasa sumber:
Here's what one woman learned after taking a year off from her marriage
Diterjemahkan menjadi:
Disini apa yang dipelajari seorang wanita setelah satu tahun lepas dari pernikahannya
Disunting menjadi:
Inilah yang dipelajari wanita pasca satu tahun perceraiannya


Bahasa sumber:
Gregory Pardlo, Pulitzer winner for poetry, on his sudden fame
Diterjemahkan menjadi:
Gregory Pardlo, pemenang Pulitzer untuk puisi, di mendadak terkenalnya
Disunting menjadi:
Gregory Pardlo, pemenang Pulitzer untuk kategori puisi, mendadak terkenal

Selasa, 09 Desember 2014

His Stand-in Bride (Pengantin Pengganti)

His stand-in Bride by Michelle Styles

Tyne Valley, 1813
When her sister eloped with someone other than her bethroted, ady Anne Dunstan knew two things. One, That she completely supported her sister's making her own choice about who she would marry. And two, That Anne -- the responsible one -- would have to clean up the mess.

What she didn't know was how her sister's intended, Jason Martell, would take the news. Or howAnne would respond to the force of his presence, his rugged good looks, his less-than-gentlemanly advances.

Or to his proposal of marriage.

Pengantin Pengganti oleh Michelle Styles

Tyne Valley, 1813
 Ketika adiknya kawin lari bersama seorang pria yang bukan tunangannya. Lady Anne Dunstan hanya tahu dua hal. Pertama, dia benar-benar mendukung keputusan yang dipilih adiknya tentang dengan siapa dia akan menikah. Dan yang kedua, bahwa Anne--penanggungjawab satu-satunya-- akan harus membereskan kekacauan tersebut.

Dia tidak tahu, bagiamana Jason Martell akan menerima kabar tersebut. Atau, bagaiamnan Anne akan merespon pengaruh kuat akan keberadaannya, ketampanannya yang kasar serta pendekatannya yang kurang ajar.

Atau pada lamaran pernikahannya.


Chapter One
Spring 1813 --Ladywell, Tyne Valley

The impatient male voice with the slightest coating of gentility cut trough Lady Anne Dunstan's carefully prepared greeting.

"You wished to see me? Less than two hours before the wedding? Why? What is this matter of the utmost urgency?"

"My sister...that is..." Anne tightened her grip on her black beaded reticule and kept her gaze on Jason Martell's immaculately manicured hands rather than on his longer-than-strictly-respectable hair or his full lips. Her sister was correct. The man was barely a gentleman. This was far harder than she'd first considered, confroting him, being the bearer of bad tidings.




Bab I
Musim semi, 1813 Ladywell, Tyne Valley

Suara laki-laki yang tidak sabar dengan sedikit lapisan kebangsawanan membuyarkan sapaan Lady Anne yang disiapkan dengan cermat.
"Kau ingin bertemu denganku? Kurang dari dua jam upacara pernikahannya? Mengapa? apa ada hal yang begitu mendesak?"
"Ini tentang...adikku..." Anne mencengkeram erat tas tangannya dan menjaga pandangan matanya pada tangan Jason Martell yang bersih dimanikur daripada memperhatikan rambutnya yang panjang atau pada bibirnya yang penuh. Adiknya benar, laki-laki ini benar-benar tampan. Ini membuatnya jauh lebih sulit dari yang diperkirakannya, mengkonfrontasinya, menjadi pembawa kabar buruk.
 
But someone had to explain. Her stepmother had taken to her bed; her father was close to apoplexy and incapable of coherent thought -- let alone speech-- and her sister, the cause of this debacle, was far away, presumably safe in the arms of the man she loved. So Anne was the only one left. She knew it was right and proper thing to do, even if she wished she wasn't the person have to do it.

 How did one explain the.....situation....at this hour in the morning in a man's library? Particularly to someone like Jason Martell, a man not known for his forgiving nature?

Tapi harus ada yang menjelaskan. Ibunya memilih menenangkan diri, ayahnya marah-marah dan tidak dapat berpikir jernih - terus bicara sendiri - adiknya, penyebab bencana ini, telah pergi jauh, diperkirakan aman dalam pelukan lelaki yang dicintainya. Jadi tinggallah Anne sendirian. Dia tahu iniadalah tindakan yang benar dan tepat, bahkan jika dia berharap bukan dia yang mesti menanggung semua ini.
Bagaimana seseorang bisa menjelaskan....situasi ini pada jam seperti ini di pagi hari di ruang perpustakaan seorang pria? Tepatnya pada seseorang seperti Jason Martell, seorang pria yang tidak dikenal karena sifat pemaafnya?

He'd built his fortune from nothing to become one of the wealthiest figures in Northumberland, rivaling even Earl of Strathmore. An imminent knighthood was rumoured. The match between her sister and Mr. Martell was to have been the crown jewel in his quest for society's acceptance, or so her stepmother had confided. But now...Anne worried a bit of lace on her glove.

"That is to say...Cressida asked me..." she began again.
"Your sister Cressida, my bride." He gave an impatient wave of his hand which only served to emphasize the broadness of his shoulders. "I'm making nervous. I regret that we have not spoken properly before Lady Anne. There will be time after the ceremony. Whatever trifle--"

"That is the problem. There will be marriage today," Anne said quickly before her legs gave way. "Or ever."


 Pria itu membangun keberuntungannya dari bukan apa-apa menjadi sosok terkaya di Northumberland, bahkan menandingi Earl of Strathmore. Kabarnya gelar ksatria sedang dipertimbangkan. Perjodohan antara adiknya dan Mr. Martell telah menajdi puncak pencapaian usaha pria tersebut agar diterima di kalangan masyarakat atau begitulah yang diyakini ibu tirinya. Tapi sekarang....Anne meremas renda pada sarung tangannya.
"Maksudku....Cressida memintaku...." mulainya lagi.
"Adikmu Cressida, pengantinku." Pria itu melambaikan tangan tak sabar yang hanya makin menegaskan pundaknya yang lebar. "Aku membuatmu gugup. Aku menyesal belum pernah berbincang secara pantas sebelum ini, Lady Anne. Akan ada waktu setelah seremoni. Hal-hal yang sepele..."
"Itu masalahnya. Tidak akan ada pernikahan hari ini." Kata Anne cepat-cepat sebelum kakinya menjadi lemah. "atau setelahnya."

Anne watched the color completely drain from his face. And despite Cressy's confidences about his indiference towards her as a person, it was clear the news was a blow. But before she could draw a breath, he recovered and Anne wondered if she'd imagined it.

"Should't your sister be here telling me?" The low growl rippled over Anne's strained nerves.
"Am I not be given the courtesy of hearing it from her lips?"

"She's not here. She's...away." Anne caught her upper lip between her teeth and hoped.
"I see." He tapped his long fingers on the desk and leaned forward, looming over her. "Your sister has suddenly departed on the day of our wedding. Do you know the reason, or am I supposed to guess?"

Anne menyaksikan wajah pria itu memucat. Dan meskipun Cressida yakin akan ketidakpedulian pria itu padanya sebagai seorang pribadi, jelas terlihat kalau kabar itu menjadi sebuah tamparan baginya. Namun sebelum dia bisa menarik nafas, pria itu telah kembali pulih dan Anne bertanya-tanya apakah tadi hanya membayangkannya saja.
"Tidakkah seharusnya adikmu sendiri yang mengatakannya langsung padaku?" geraman pelannya membuat darah Anne berdesir. "Apakah aku tidak pantas mendengar hal ini dari bibirnya sendiri?"
"Dia tidak di sini, dia....sudah pergi." Anne menggigit bibir bawahnya sendiri dan berdoa.
"Aku mengerti."  Dia mengetuk-ngetukkan jarinya yang panjang di meja dan mencondongkan badan ke depan, menjulang tinggi diatasnya. "Adikmu tiba-tiba saja pergi di hari pernikahan kami. Apa kau tahu alasannya, atau aku harus menebak-nebak?"

She eloped with Lord Hazelton's younger son in the early hours of this morning. They're in love," she babled, wincing as she heard the words tumble out of her mouth. The news had emerged far more starkly than she'd practiced in the governoss's cart.
"Eloped? With Hazelton's son? That Fragant fop?"
"It is true love," Anne said indignantly, getting a hold of herself and stiffening her resolve. She held out the crumpled note. Hazelton might not be as wealthy as Mr. Martell but she'd seen the pair together and knew that he worshipped the ground on which Cressy trod. ho was this mas to make judgments? Cressy wrote a letter explaining everything, but i thought it best to deliver the message in person. You deserved to hear it from on of the family. This is the note she left for me to find. You can read it, if you like."
he waved the paper away. "Whay? It is not addressed to me?"


"Dia kabur bersama putra Lord Hazelton yang paling muda pagi-pagi sekali tadi. Mereka saling jatuh cinta," ocehnya, mengernyit mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia telah mencoba berlatih dalam kereta pengasuhnya tadi, dan berita itu masih terdengar kejam baginya.
"Kabur? Dengan anak Hazelton? Si pesolek wangi itu?"
"Itu adalah cinta sejati," kata Anne marah, berusaha menahan diri dan menjadi kaku dalam upayanya. Ditariknya keluar sehelai kertas yang telah kusut. Hazelton mungkin saja tidak sekaya Mr. martell, tapi Anne telah melihat pasangan itu bersama dan Anne tahu betapa Hazelton memuja tanah tempat Cressida berpijak. Jadi siapalah pria ini sehingga berani menilai? "Cressy menulis surat yang menjelaskan segalanya, tapi kupikir lebih baik ada seseorang yang mengantarkan surat ini. Kau pantas mendengarnya dari salah satu anggota keluarga. Ini suratnya. Kau bisa membacanya jika kau mau."


"Because I feel it necessary." Anne pushed her spectacles farther up her nose and resisted the urge to tug at the Elizabethan ruff of her made-over-gown. Infuriating man. She understood completely why Cressy hadn't wanted to marry him. The only mystery was why she'd agreed to it in the first place, and why her father had been so obstinate that the match must go ahead. "It was the only polite thing to do."

"Karena aku merasa ini penting" Anne mendorong kacamatanya naik ke atas batang hidungnya dan menahan diri untuk tidak menyentakkan bulu-bulu bergaya Elizabeth dari gaun jahitannya sendiri. Pria yang menjengkelkan. Dia paham sepenuhnya mengapa Cressy tidak ingin menikah dengannya. Satu-satunya misteri adalah kenapa dia setuju untuk berada di sini dan kenapa ayahnya begitu bersikeras untuk mneruskan perjodohan ini. "Hanya ada satu hal kesopanan yang mesti dilakukan."

"Politeness has no place in this."
"It has every place," Anne retorted tartly. Without politeness and propierty civilization ceases."
"Lady Anne, the church is being prepared as we speak. The guests will arrive in mere hours. Surely your family knew about this...defection earlier. Someone must have had an inkling. And yet i was left hanging on. Did you think I am a fool? A piece of rubbish to be used and discarded at will once the true quarry was brought up to snuff? Where the propierty in that?"

"Kesopanan tidak diperlukan di sini."
"Tentu saja ada," jawab Anne kecut. "Tanpa kesopanan dan kepantasan, peradaban akan musnah."
"Lady Anne, saat ini gereja sedang dipersiapkan sementara kita berbincang-bincang. Para tamu akan datang dalam beberapa jam lagi. Pastinya keluargamu tahu tentang hal ini...pembelotan ini. Seseorang pasti ada yang mempunyai firasat. Dan aku sudah ditinggal pergi. Apa kau pikir aku ini bodoh? Sepotong sampah yang dipakai dan dibuang setelah bruan yang sesungguhnya tercium? Jadi dimana kepantasan itu?"



Senin, 01 Desember 2014

Lord of Temptation by Paula Quinn

Chapter One


England, 1071

"Remember, Casey," Gianelle said while she twisted the heavy rope into one more knot. "an hour after Lord Bryce and his guests retire to their chambers, we will make our escape." She pullled on the knot as tightly as she couldand then doubled-checked the other end, tied to one of the four legs on her bed. She tugged, bracing her weight againts it. it would hold. She hoped.
"What if he wakes up and looks for us?" Casey watched Gianelle shove the long rope under the bed. She didn't like this idea at all. The thought of flinging herself out the window made her stomach ache. If only there was another way to escape. But Gia was right. They had to leave Devonshire. Their master was bad enough, but it was his brother who truly frightened them both. He rarely laid a finger on them, but it wasn't because he didin't want to. At least in that, their master protected them. But Edgar Dermott found ways to make their lives miserable, especially Gia's. His hooded eyes were ever on her. If she consumed more than her scant share of food allowed Devonshire's servants, he was there to accuse her. When anything went awry at the castle, he blamed her, taking immense in her punishment.

"He will not look for us," Gianelle assured her. "Casey, this is the best night to go. With all the guests here for his feast, even if he does wake up, he will not realize we are gone untull we are halfway to York."

Casey wishe she had the same confidence as her best friend. She wasn't certain which part of the plan frightened her more; scaling Devonshire's walls on rope, or actually making it to the ground, where the true dangers would begin.

"Do you have the coins?"
Casey nodded and lifted her skirt to show Gia the small pouch dangling above her knee.
"How much do we have?"
"Ten pence is as high as ia can count." Casey reminded her. "We have a little more than that." She twirled her long, chestnut braid in her fingers and chewed her lower lip. "What if the guards see us running away?"
Gianelle crossed the room and took Casey's shoulder in her hands. "You know they fall asleep every night. You must not worry so. Think of our lives after tonight. "The determined spark in Gianelle's eyes made them glimmer like polished amber. Her normally sallow cheeks dusted pink with excitement. "We shall be free. There will be no more masters to tells us how to think or how to behave. No more punishment if we raise our eyes to our betters. We shall be able to say what we want, eat when we are hungry, and bathe in clean lakes of in a basin behing the kitchen."

Terjemahan

England 1071

 Bab I

"Ingat, Casey," kata Gianelle sambil mengikatkan tali yang berat dengan satu simpulan sekali lagi. "satu jam setelah Lord Bryce dan para tamu kembali ke kamar mereka masing-masing, kita akan kabur." Gianelle simpul itu sekencang mungkin dan mengikatkan salah satu ujungnya di salah satu kaki ranjangnya. Gianelle menyentakkan tali itu, menguji kekuatannya dengan tubuhnya. Tali itu akan menahannya. Harapnya.

"Bagaimana jika dia bangun dan mencari kita?" Casey memperhatikan Gianelle mendorong tali panjang itu ke kolong ranjang. Casey sama sekali tidak menyukai ide itu. Pikiran dirinya akan bergelantungan di luar jendela membuat perutnya mulas. Jika saja ada jalan lain untuk kabur. Tapi Gia benar. Mereka harus meninggalkan Devonshire. Majikan mereka seorang yang berperangai cukup buruk, tapi saudara laki-lakinyalah yang benar-benar menakutkan mereka. Edgar Dermott menemukan banyak cara untuk membuat hidup mereka sengsara, khususnya hidup Gia. Matanya yang sinis sering memandangi Gia. Jika Gia memakan makanan lebih banyakdari jatah makanan yang sedikit bagi bagi para nelayan maka dia ada untuk menuduhnya. Ketika sesuatu berjalan tidak sebagaimana mestinya di kastil, Edgar Dermott akan menyalahkan Gia, bersenang-senangdalam menghukumnya.
"Dia tidak akan mencari kita," Gianelle meyakinkannya. "Casey, malam ini malam terbaik untuk pergi. Dengan semua tamu yang datang ke sini untuk berpesta, meskipun dia bangun, dia tidak akan sadar kita telah pergi sampai kita sudah setengah perjalanan ke York."
Casey berharap dia mempunyai kepercayaan diri yang sama seperti sahabatnya. Casey tidak yakin bagian manakah yang menakutkannya, bergelantungan pada tali di dinding Devonshire atau ketika telah menjejakkan kaki di tanah. Dimana bahaya yang sesungguhnya dimulai.
"Apa kau punya koin?"
Casey mengangguk dan mengangkat roknya untuk memperlihatkan kantong kecil yang digantungkan di atas lututnya pada Gia.
"Sepuluh peni sebanyak yang bisa kuhitung." Casey mengingatkan Gia. "Kita mempunyai sedikit lebih banyak dari itu." Casey memutar-mutar kepangan rambutnya yang panjang dan berwarna kastanye diantara jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. "Bagaimana jika para penjaga melihat kita melarikan diri?"
Gianelle menyeberangi ruangan dan memegang bahu Casey. "Kau tahu mereka selalu tertidur setiap malam. Kau tidak perlu cemas. Pikirkan kehidupan kita setelah malam ini."
Percikan tertentu di mata Gianelle membuatnya berkilauan seperti batu amber yang dipoles. pipinya yang biasanya pucat kini bersemu merah jambu karena gembira. "Kita akan bebas. Tidak akan ada lagi majikan yang menyuruh kita bagaimana kita mesti berpikir atau berperilaku. Tidak akan ada lagi hukuman jika kita mengangkat mata kita untuk menjadi kita yang lebih baik. Kita akan mampu mengatakan yang kita inginkan, makan ketika kita merasa lapar, dan mandi di danau yang bersih alih-alih di bak belakang dapur.