Selasa, 09 Desember 2014

His Stand-in Bride (Pengantin Pengganti)

His stand-in Bride by Michelle Styles

Tyne Valley, 1813
When her sister eloped with someone other than her bethroted, ady Anne Dunstan knew two things. One, That she completely supported her sister's making her own choice about who she would marry. And two, That Anne -- the responsible one -- would have to clean up the mess.

What she didn't know was how her sister's intended, Jason Martell, would take the news. Or howAnne would respond to the force of his presence, his rugged good looks, his less-than-gentlemanly advances.

Or to his proposal of marriage.

Pengantin Pengganti oleh Michelle Styles

Tyne Valley, 1813
 Ketika adiknya kawin lari bersama seorang pria yang bukan tunangannya. Lady Anne Dunstan hanya tahu dua hal. Pertama, dia benar-benar mendukung keputusan yang dipilih adiknya tentang dengan siapa dia akan menikah. Dan yang kedua, bahwa Anne--penanggungjawab satu-satunya-- akan harus membereskan kekacauan tersebut.

Dia tidak tahu, bagiamana Jason Martell akan menerima kabar tersebut. Atau, bagaiamnan Anne akan merespon pengaruh kuat akan keberadaannya, ketampanannya yang kasar serta pendekatannya yang kurang ajar.

Atau pada lamaran pernikahannya.


Chapter One
Spring 1813 --Ladywell, Tyne Valley

The impatient male voice with the slightest coating of gentility cut trough Lady Anne Dunstan's carefully prepared greeting.

"You wished to see me? Less than two hours before the wedding? Why? What is this matter of the utmost urgency?"

"My sister...that is..." Anne tightened her grip on her black beaded reticule and kept her gaze on Jason Martell's immaculately manicured hands rather than on his longer-than-strictly-respectable hair or his full lips. Her sister was correct. The man was barely a gentleman. This was far harder than she'd first considered, confroting him, being the bearer of bad tidings.




Bab I
Musim semi, 1813 Ladywell, Tyne Valley

Suara laki-laki yang tidak sabar dengan sedikit lapisan kebangsawanan membuyarkan sapaan Lady Anne yang disiapkan dengan cermat.
"Kau ingin bertemu denganku? Kurang dari dua jam upacara pernikahannya? Mengapa? apa ada hal yang begitu mendesak?"
"Ini tentang...adikku..." Anne mencengkeram erat tas tangannya dan menjaga pandangan matanya pada tangan Jason Martell yang bersih dimanikur daripada memperhatikan rambutnya yang panjang atau pada bibirnya yang penuh. Adiknya benar, laki-laki ini benar-benar tampan. Ini membuatnya jauh lebih sulit dari yang diperkirakannya, mengkonfrontasinya, menjadi pembawa kabar buruk.
 
But someone had to explain. Her stepmother had taken to her bed; her father was close to apoplexy and incapable of coherent thought -- let alone speech-- and her sister, the cause of this debacle, was far away, presumably safe in the arms of the man she loved. So Anne was the only one left. She knew it was right and proper thing to do, even if she wished she wasn't the person have to do it.

 How did one explain the.....situation....at this hour in the morning in a man's library? Particularly to someone like Jason Martell, a man not known for his forgiving nature?

Tapi harus ada yang menjelaskan. Ibunya memilih menenangkan diri, ayahnya marah-marah dan tidak dapat berpikir jernih - terus bicara sendiri - adiknya, penyebab bencana ini, telah pergi jauh, diperkirakan aman dalam pelukan lelaki yang dicintainya. Jadi tinggallah Anne sendirian. Dia tahu iniadalah tindakan yang benar dan tepat, bahkan jika dia berharap bukan dia yang mesti menanggung semua ini.
Bagaimana seseorang bisa menjelaskan....situasi ini pada jam seperti ini di pagi hari di ruang perpustakaan seorang pria? Tepatnya pada seseorang seperti Jason Martell, seorang pria yang tidak dikenal karena sifat pemaafnya?

He'd built his fortune from nothing to become one of the wealthiest figures in Northumberland, rivaling even Earl of Strathmore. An imminent knighthood was rumoured. The match between her sister and Mr. Martell was to have been the crown jewel in his quest for society's acceptance, or so her stepmother had confided. But now...Anne worried a bit of lace on her glove.

"That is to say...Cressida asked me..." she began again.
"Your sister Cressida, my bride." He gave an impatient wave of his hand which only served to emphasize the broadness of his shoulders. "I'm making nervous. I regret that we have not spoken properly before Lady Anne. There will be time after the ceremony. Whatever trifle--"

"That is the problem. There will be marriage today," Anne said quickly before her legs gave way. "Or ever."


 Pria itu membangun keberuntungannya dari bukan apa-apa menjadi sosok terkaya di Northumberland, bahkan menandingi Earl of Strathmore. Kabarnya gelar ksatria sedang dipertimbangkan. Perjodohan antara adiknya dan Mr. Martell telah menajdi puncak pencapaian usaha pria tersebut agar diterima di kalangan masyarakat atau begitulah yang diyakini ibu tirinya. Tapi sekarang....Anne meremas renda pada sarung tangannya.
"Maksudku....Cressida memintaku...." mulainya lagi.
"Adikmu Cressida, pengantinku." Pria itu melambaikan tangan tak sabar yang hanya makin menegaskan pundaknya yang lebar. "Aku membuatmu gugup. Aku menyesal belum pernah berbincang secara pantas sebelum ini, Lady Anne. Akan ada waktu setelah seremoni. Hal-hal yang sepele..."
"Itu masalahnya. Tidak akan ada pernikahan hari ini." Kata Anne cepat-cepat sebelum kakinya menjadi lemah. "atau setelahnya."

Anne watched the color completely drain from his face. And despite Cressy's confidences about his indiference towards her as a person, it was clear the news was a blow. But before she could draw a breath, he recovered and Anne wondered if she'd imagined it.

"Should't your sister be here telling me?" The low growl rippled over Anne's strained nerves.
"Am I not be given the courtesy of hearing it from her lips?"

"She's not here. She's...away." Anne caught her upper lip between her teeth and hoped.
"I see." He tapped his long fingers on the desk and leaned forward, looming over her. "Your sister has suddenly departed on the day of our wedding. Do you know the reason, or am I supposed to guess?"

Anne menyaksikan wajah pria itu memucat. Dan meskipun Cressida yakin akan ketidakpedulian pria itu padanya sebagai seorang pribadi, jelas terlihat kalau kabar itu menjadi sebuah tamparan baginya. Namun sebelum dia bisa menarik nafas, pria itu telah kembali pulih dan Anne bertanya-tanya apakah tadi hanya membayangkannya saja.
"Tidakkah seharusnya adikmu sendiri yang mengatakannya langsung padaku?" geraman pelannya membuat darah Anne berdesir. "Apakah aku tidak pantas mendengar hal ini dari bibirnya sendiri?"
"Dia tidak di sini, dia....sudah pergi." Anne menggigit bibir bawahnya sendiri dan berdoa.
"Aku mengerti."  Dia mengetuk-ngetukkan jarinya yang panjang di meja dan mencondongkan badan ke depan, menjulang tinggi diatasnya. "Adikmu tiba-tiba saja pergi di hari pernikahan kami. Apa kau tahu alasannya, atau aku harus menebak-nebak?"

She eloped with Lord Hazelton's younger son in the early hours of this morning. They're in love," she babled, wincing as she heard the words tumble out of her mouth. The news had emerged far more starkly than she'd practiced in the governoss's cart.
"Eloped? With Hazelton's son? That Fragant fop?"
"It is true love," Anne said indignantly, getting a hold of herself and stiffening her resolve. She held out the crumpled note. Hazelton might not be as wealthy as Mr. Martell but she'd seen the pair together and knew that he worshipped the ground on which Cressy trod. ho was this mas to make judgments? Cressy wrote a letter explaining everything, but i thought it best to deliver the message in person. You deserved to hear it from on of the family. This is the note she left for me to find. You can read it, if you like."
he waved the paper away. "Whay? It is not addressed to me?"


"Dia kabur bersama putra Lord Hazelton yang paling muda pagi-pagi sekali tadi. Mereka saling jatuh cinta," ocehnya, mengernyit mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia telah mencoba berlatih dalam kereta pengasuhnya tadi, dan berita itu masih terdengar kejam baginya.
"Kabur? Dengan anak Hazelton? Si pesolek wangi itu?"
"Itu adalah cinta sejati," kata Anne marah, berusaha menahan diri dan menjadi kaku dalam upayanya. Ditariknya keluar sehelai kertas yang telah kusut. Hazelton mungkin saja tidak sekaya Mr. martell, tapi Anne telah melihat pasangan itu bersama dan Anne tahu betapa Hazelton memuja tanah tempat Cressida berpijak. Jadi siapalah pria ini sehingga berani menilai? "Cressy menulis surat yang menjelaskan segalanya, tapi kupikir lebih baik ada seseorang yang mengantarkan surat ini. Kau pantas mendengarnya dari salah satu anggota keluarga. Ini suratnya. Kau bisa membacanya jika kau mau."


"Because I feel it necessary." Anne pushed her spectacles farther up her nose and resisted the urge to tug at the Elizabethan ruff of her made-over-gown. Infuriating man. She understood completely why Cressy hadn't wanted to marry him. The only mystery was why she'd agreed to it in the first place, and why her father had been so obstinate that the match must go ahead. "It was the only polite thing to do."

"Karena aku merasa ini penting" Anne mendorong kacamatanya naik ke atas batang hidungnya dan menahan diri untuk tidak menyentakkan bulu-bulu bergaya Elizabeth dari gaun jahitannya sendiri. Pria yang menjengkelkan. Dia paham sepenuhnya mengapa Cressy tidak ingin menikah dengannya. Satu-satunya misteri adalah kenapa dia setuju untuk berada di sini dan kenapa ayahnya begitu bersikeras untuk mneruskan perjodohan ini. "Hanya ada satu hal kesopanan yang mesti dilakukan."

"Politeness has no place in this."
"It has every place," Anne retorted tartly. Without politeness and propierty civilization ceases."
"Lady Anne, the church is being prepared as we speak. The guests will arrive in mere hours. Surely your family knew about this...defection earlier. Someone must have had an inkling. And yet i was left hanging on. Did you think I am a fool? A piece of rubbish to be used and discarded at will once the true quarry was brought up to snuff? Where the propierty in that?"

"Kesopanan tidak diperlukan di sini."
"Tentu saja ada," jawab Anne kecut. "Tanpa kesopanan dan kepantasan, peradaban akan musnah."
"Lady Anne, saat ini gereja sedang dipersiapkan sementara kita berbincang-bincang. Para tamu akan datang dalam beberapa jam lagi. Pastinya keluargamu tahu tentang hal ini...pembelotan ini. Seseorang pasti ada yang mempunyai firasat. Dan aku sudah ditinggal pergi. Apa kau pikir aku ini bodoh? Sepotong sampah yang dipakai dan dibuang setelah bruan yang sesungguhnya tercium? Jadi dimana kepantasan itu?"



Senin, 01 Desember 2014

Lord of Temptation by Paula Quinn

Chapter One


England, 1071

"Remember, Casey," Gianelle said while she twisted the heavy rope into one more knot. "an hour after Lord Bryce and his guests retire to their chambers, we will make our escape." She pullled on the knot as tightly as she couldand then doubled-checked the other end, tied to one of the four legs on her bed. She tugged, bracing her weight againts it. it would hold. She hoped.
"What if he wakes up and looks for us?" Casey watched Gianelle shove the long rope under the bed. She didn't like this idea at all. The thought of flinging herself out the window made her stomach ache. If only there was another way to escape. But Gia was right. They had to leave Devonshire. Their master was bad enough, but it was his brother who truly frightened them both. He rarely laid a finger on them, but it wasn't because he didin't want to. At least in that, their master protected them. But Edgar Dermott found ways to make their lives miserable, especially Gia's. His hooded eyes were ever on her. If she consumed more than her scant share of food allowed Devonshire's servants, he was there to accuse her. When anything went awry at the castle, he blamed her, taking immense in her punishment.

"He will not look for us," Gianelle assured her. "Casey, this is the best night to go. With all the guests here for his feast, even if he does wake up, he will not realize we are gone untull we are halfway to York."

Casey wishe she had the same confidence as her best friend. She wasn't certain which part of the plan frightened her more; scaling Devonshire's walls on rope, or actually making it to the ground, where the true dangers would begin.

"Do you have the coins?"
Casey nodded and lifted her skirt to show Gia the small pouch dangling above her knee.
"How much do we have?"
"Ten pence is as high as ia can count." Casey reminded her. "We have a little more than that." She twirled her long, chestnut braid in her fingers and chewed her lower lip. "What if the guards see us running away?"
Gianelle crossed the room and took Casey's shoulder in her hands. "You know they fall asleep every night. You must not worry so. Think of our lives after tonight. "The determined spark in Gianelle's eyes made them glimmer like polished amber. Her normally sallow cheeks dusted pink with excitement. "We shall be free. There will be no more masters to tells us how to think or how to behave. No more punishment if we raise our eyes to our betters. We shall be able to say what we want, eat when we are hungry, and bathe in clean lakes of in a basin behing the kitchen."

Terjemahan

England 1071

 Bab I

"Ingat, Casey," kata Gianelle sambil mengikatkan tali yang berat dengan satu simpulan sekali lagi. "satu jam setelah Lord Bryce dan para tamu kembali ke kamar mereka masing-masing, kita akan kabur." Gianelle simpul itu sekencang mungkin dan mengikatkan salah satu ujungnya di salah satu kaki ranjangnya. Gianelle menyentakkan tali itu, menguji kekuatannya dengan tubuhnya. Tali itu akan menahannya. Harapnya.

"Bagaimana jika dia bangun dan mencari kita?" Casey memperhatikan Gianelle mendorong tali panjang itu ke kolong ranjang. Casey sama sekali tidak menyukai ide itu. Pikiran dirinya akan bergelantungan di luar jendela membuat perutnya mulas. Jika saja ada jalan lain untuk kabur. Tapi Gia benar. Mereka harus meninggalkan Devonshire. Majikan mereka seorang yang berperangai cukup buruk, tapi saudara laki-lakinyalah yang benar-benar menakutkan mereka. Edgar Dermott menemukan banyak cara untuk membuat hidup mereka sengsara, khususnya hidup Gia. Matanya yang sinis sering memandangi Gia. Jika Gia memakan makanan lebih banyakdari jatah makanan yang sedikit bagi bagi para nelayan maka dia ada untuk menuduhnya. Ketika sesuatu berjalan tidak sebagaimana mestinya di kastil, Edgar Dermott akan menyalahkan Gia, bersenang-senangdalam menghukumnya.
"Dia tidak akan mencari kita," Gianelle meyakinkannya. "Casey, malam ini malam terbaik untuk pergi. Dengan semua tamu yang datang ke sini untuk berpesta, meskipun dia bangun, dia tidak akan sadar kita telah pergi sampai kita sudah setengah perjalanan ke York."
Casey berharap dia mempunyai kepercayaan diri yang sama seperti sahabatnya. Casey tidak yakin bagian manakah yang menakutkannya, bergelantungan pada tali di dinding Devonshire atau ketika telah menjejakkan kaki di tanah. Dimana bahaya yang sesungguhnya dimulai.
"Apa kau punya koin?"
Casey mengangguk dan mengangkat roknya untuk memperlihatkan kantong kecil yang digantungkan di atas lututnya pada Gia.
"Sepuluh peni sebanyak yang bisa kuhitung." Casey mengingatkan Gia. "Kita mempunyai sedikit lebih banyak dari itu." Casey memutar-mutar kepangan rambutnya yang panjang dan berwarna kastanye diantara jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. "Bagaimana jika para penjaga melihat kita melarikan diri?"
Gianelle menyeberangi ruangan dan memegang bahu Casey. "Kau tahu mereka selalu tertidur setiap malam. Kau tidak perlu cemas. Pikirkan kehidupan kita setelah malam ini."
Percikan tertentu di mata Gianelle membuatnya berkilauan seperti batu amber yang dipoles. pipinya yang biasanya pucat kini bersemu merah jambu karena gembira. "Kita akan bebas. Tidak akan ada lagi majikan yang menyuruh kita bagaimana kita mesti berpikir atau berperilaku. Tidak akan ada lagi hukuman jika kita mengangkat mata kita untuk menjadi kita yang lebih baik. Kita akan mampu mengatakan yang kita inginkan, makan ketika kita merasa lapar, dan mandi di danau yang bersih alih-alih di bak belakang dapur.


Loving Lord Ash by Sally McKenzy

The March wind stung his face, but the Marquis of Ashton, heir to the Duke of Grycliffe, still paused when he rounded the curve in the drive that led to Blackweith Manor.
Zeus, he loved this house, especially with the late afternoon sun limning its classical facade. it was so orderly and controlled. No one could look at it and not feel calm--
Oh God.
The image of Jessy's milky white thighs--and Percy's naked arse between--shoved to the front of his thought. Again. He'd been battling the memory every minute of every hour on this blasted journey.
He shifted on his horse, making the animal toss its head. The jangling of its bridle sounded unnaturally loud in the quiet.
There was nothing calm or controlled about the place. It was a wasp's nest--smooth and beautiful on the outside, but a mass of stinging, painful chaos on the inside. He should go back to Greycliffe Castle. A wise man didn't poke a wasp's nest. He'd left this problem alone for eight years: why couldn't he leave it for another eight?
His fingers tightened on the reins. Because he needed an heir, of course. He'd just turned thirty; Jess was twenty-eight. It was past time to set his nursery. Running backto the castle would not give him a sonto carry on the title. 
He nudge his horse forward. Hell, he couldn't run back even if he wanted to. He'd never had such cursed journey. What with the snow and the mud and the washed-out bridges-not to mention his horse coming up lame, forcing him to hire this slug he was currently riding--a trip that should have taken two days had streched to over a month. Even the few interesting buildings he'd seen along the way hadn't made up for the slow pace and maddening detours.
Well, he was here now. surely he and Jess could come to some arrangement. He was only asking for couple years of her life. once she gave his his heir and his spare, she could go back to doing as she pleased. It was a very common arrangement among the ton.
A cloud drifted in front of the sun, bringing a chill to the air, turning the manor's warm stone dark and forbidding. His stomach tightened with each tep the bloody horse took up the drive.
His brother Jack had said the London idiots were taking bets on what he would do about his union with Jess.

Terjemahan:
Angin bulan Maret terasa menyengat wajah tapi Marquis of Ashton, pewaris gelar Duke of Greycliffe masih tidak bergeming ketika mengitari tikungan dalam perjalanan menuju Blackweith Manor.
Zeus, dia mencintai rumah ini, khususnya dengan cahaya matahari senja yang menonjolkan bagian depannya yang klasik. Begitu teratur dan tertata. Tidak seorangpun yang bisa melihatnya dan tidak merasakan sebuah ketenangan.
Oh Tuhan.
Bayangan paha seputih susu milik Jess dan bokong telanjang Percy yang berada di antara paha itu--melesak keluar dari pikirannya. Lagi. Dia berusaha melawan ingatan itu pada tiap menit, tiap jam dalam perjalanan jahanam ini.
Ash menggeser posisi duduknya di atas kudanya, membuat binatang itu mendongakkan kepalanya. Bunyi gemerincing dari tali kekangnya terdengar aneh dalam suasana senyap seperti ini.
Tidak ada yang terasa tenang dan terkendali mengenai tempat ini. Seperti sarang tawon--lembut dan cantik dari luarnya, tapi penuh sengat yang luar biasa menyakitkan di dalam sana. Ash mestinya kembali ke Greycliffe Castle. Laki-laki yang bijak tidak akan mengganggu sarang tawon. Dia telah membiarkan masalah ini selama delapan tahun, mengapa ia tidak bisa membiarkannya lagi untuk delapan tahun ke depan?
Genggamannya mengencang di tali kekangnya. Karena dia butuh seorang pewaris, tentu saja. Dia kini sudah berumur tiga puluh tahun; Jess sudah dua puluh delapan tahun. Sudah waktunya untuk membuat anak. Kembali ke kastil tidak akan membuatnya mendapatkan seorang anak laki-laki yang akan mewarisi gelarnya.

Dihelanya kudanya melangkah maju. Sialan, dia tidak bisa kabur walau itulah yang diinginkannya. Belum pernah dia mendapati perjalanan yang menyebalkan, seperti saat ini. Salju, lumpur, jembatan yang hanyut - tidak perlu menyebutkan kudanya yang menjadi pincang sehingga dia terpaksa menyewa siput yang tengah ditungganginya ini - perjalanan yang sebenarnya bisa ditempuh dalam waktu dua hari molor menjadi sebulan lebih. Bahkan beberapa bangunan yang menarik yang dilihatnya sepanjang perjalanannya yang menjengkelkan, lambat dan memutar itu tidak berhasil membuatnya senang.

Well, disinilah dirinya sekarang. Tentu saja dia dan Jess dapat membuat beberapa kesepakatan. Ash hanya akan meminta beberapa tahun dari hidup Jess. Setelah wanita itu memberinya seorang putra dan pewaris, Jes bisa kembali melakukan apapun yang disenanginya. Itu adalah kesepakatan yang umum dilakukan diantara para ton.

Sebuah awan melintas menghalangi sinar matahari membawa hawa dingin, mengubah kehangatan manor berdinding batu itu menjadi gelap dan nampak menakutkan. Setiap kali kaki kuda brengsek itu melangkah menuju ke arah bangunan, perutnya menjadi tegang.

Saudaranya, Jack, memberitahunya bahwa para idiot di London telah bertaruh - tentang apa yang akan dilakukannya terkait penyatuan dirinya dengan Jess.